tirto.id - Sidang dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya periode Januari 2021-Maret 2022, kembali berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Lima terdakwa yakni Indrasari Wisnu Wardhana, Pierre Togar Sitanggang, Master Parulian Tumanggor, Stanley MA, dan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, menghadapi sidang pemeriksaan satu saksi.
“Saksi yang dihadirkan yaitu Jimmi Wisata selaku Manager Ekspor Permata Hijau Group (PHG),” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis, Kamis, 1 Desember 2022.
Pada pokoknya Jimmi menerangkan bahwa terdakwa Stanley adalah perwakilan PHG untuk mengurus dokumen terkait ekspor. Dia pun membenarkan PHG melakukan ekspor sebagaimana persetujuan ekspor yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.
“(Saksi) membenarkan bahwa terkait syarat-syarat dokumen untuk persetujuan ekspor ada menggunakan materi dan nomor seri yang sama, artinya terdapat satu dokumen persyaratan untuk beberapa kali permohonan persetujuan ekspor,” ucap Ketut.
Kelima terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Dalam kasus ini, Indrasari Wisnu didakwa melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor juga diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi.
Jaksa berpendapat perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Maka timbul kerugian sekitar Rp18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara yang Rp6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi Rp12.312053.298.925.
Merujuk perhitungan kerugian negara yang mencapai R6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp2.952.526.912.294,45. Kerugian keuangan negara itu merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor produk CPO dan turunannya atas perusahaan yang berada di bawah naungan Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.
Indrasari Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Akibat tidak ada penyaluran DMO, maka negara mengeluarkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban publik.
Perusahaan yang mengeruk untung akibat persetujuan ekspor CPO itu adalah Wilmar Group (Rp1.693.219.882.064), Musim Mas Group (Rp626.630.516.604), dan Permata Hijau Group (Rp124.418.318.216).
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky